Monday, September 6, 2010

kemkbalikan agamaku

Kembalikan agamaku
Agamaku adalah kedamaian, agamaku adalah keindahan, agamaku selalu penuh cinta. Dari dahulu dan sampai kapanpun, ia akan selalu elok. Ia selalu bisa menyatukan perbedaan warna, kasta dan bahkan harta. Bisik agamaku selalu mendamaikan jiwa yang penuh amarah, itulah yang kulihat dari sejarah agamaku.
Namun, bagaimana keadaan agamaku di negeriku kini? Apakah ia akan menjadi abadi dengan catatan tinta emas sejarahnya? Rasannya tidak.
Para kaum yang mengaku pencinta agamaku di negeriku memang sangat bersih dari dosa – dosa. Sampai –sampai mereka memberi cap kotor terhadap mereka yang tersesat. Sekarang kita sama – sama tahu, bila ada satu di sisi yang benar dan yang lain di sudut terlarang, maka yang akan terjadi adalah pertentangan.
Yang benar merasa berhak mengutuk dan menghina terhadap mereka yang sesat, hanya karena merasa lebih benar, lebih berilmu dan beriman. Malah, mereka tentukan siapa yang ke Surga siapa ke Neraka. Mereka yang di sisi kegelapan merasa terpojokkan atas ulah kaum suci. Sebenarnya mereka tahu bahwa mereka salah, karena setanpun demikian. Tetapi, perut yang lapar tidak bisa mengenal teori, retorika. Sekalipun kebenaran sebuah agamaku. Memang itu tidakbisa dijadikan alasan atas tindakan yang keliru, alasan untuk ingkar. Tapi, bukankah kita diajarkan untuk memberi makan terlebih dahulu bila ingin berdakwah di kalangan gembel dan pengemis. Tapi yang menjadi masalah besar, mereka tidak melihat kedamaian, keindahan dan juga rasa cinta atas agama di negeriku. Semua itu karena kaum suci telah mengambil alih hak Tuhan.
Baiklah, bila kaum suci agama di negeriku ingin menjadi Tuhan. Tetapi, mereka tidak pemaaf seperti Tuhan, mereka tidak merangkul malah memukul dengan tongkat dan batu. Mereka merasa pantas melakukannya karena ada perintah tertulis yang dibuat Tuhan langsung khusus untuk mereka. Tapi kawan, apakah kalian tahu pelacur, pencopet dan penjahat kelas teri lainnya rindu akan kasih sayang, mereka ingin dipeluk oleh hangatnya cinta agama kita?
Penjahat memang harus diganyang, diperang. Tetapi, mengapa hanya yang mencuri uang receh yang diperangi, bahkan dibakar hanya karena mencuri ayam? Coba lihat di atas sana, mereka yang bersafari, berdasi dan bertopeng, telah membuat kelaparan berjuta orang, ada yang berani mengusik? Apakah itu sikap agama kita, sikap agama yang penuh kedamaian, agama yang penuh kecintaan? Sudah saatnya kitakembalikan agama kita. Karena aku ingin agamaku dikembalikan ke tempatnya yang mulia.
Terinspirasi dari syair indah K.H. Mustofa Bisri

Tuesday, June 1, 2010

sastra?

sastra bukanlah perawan suci dari pegunungan manapun, dia selalu menjadi bagian dari kehidupan dengan corak beragam. sederhana sastra tidak selalu berdiri sendiri selalu berkaitan dengan apapun. sastra bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif dengan manusia dan kehidupannya sebagai objek. dan bahasa sebagai medianya....
inilah sedikit pengertan dangkal dari manusia yang belajar mencintai sastra.

Tuesday, May 25, 2010

Puisi untuk Bangsaku

bangsaku lahir prematur
bangsaku sulit diatur

tapi dia bukan bangkai
bukan pula sekumpulan keledai

dia hanya tidur sejenak
untuk bangun cinta beranjak

SEO : Jadi Anda Bagus Pada SEO Atau Merasa Pintar, Huhhhh?

SEO : Jadi Anda Bagus Pada SEO Atau Merasa Pintar, Huhhhh?

Format Baru Sejarah Sastra Indonesia

Format Baru Sejarah Sastra Indonesia

BERTOLAK pada kesepakatan ahli yang menyatakan sastra
Indonesia berawal pada roman-roman terbitan Balai Pustaka tahun
1920-an, sejarahnya hingga sekarang terhitung masih sangat muda,
sekitar 80 tahun. Karena itu, diperlukan buku-buku sejarah sastra yang bisa dirujuk pelajar, mahasiswa, peminat, dan ahli sastra. Karena itu, wajarlah apabila perjalanan sejarah
sastra Indonesia dibagi-bagi dengan mempertimbangkan momentum perubahan
sosial dan politik, seperti tampak dalam buku Ajip Rosidi (1968).

Pembagian yang lebih rinci dengan angka tahun menjadi
1900-1933, 1933-1942, 1942-1945, 1945-1953, 1953-1961, dan 1961-1967
dengan warna masing-masing sebagaimana tampak pada sejumlah karya-karya
sastra yang penting.

Kemudian pada periode 1961-1967 tampak menonjol warna
perlawanan dan perjuangan mempertahankan martabat, sedangkan sesudahnya
tampak warna percobaan dan penggalian berbagai kemungkinan pengucapan
sastra.

Format baru
Kalau momentum sosial-politik masih dipergunakan sebagai ancangan
periodisasi sejarah sastra Indonesia 1900-2000, mungkin saja tercatat
format baru dengan menempatkan tiga momentum besar sebagai
tonggak-tonggak pembatas perubahan sosial, politik, dan budaya, yaitu
proklamasi kemerdekaan 17-8-1945, geger politik dan tragedi nasional 30
September 1965, dan reformasi politik 21 Mei 1998.

Analisis struktural Umar Yunus tentang perkembangan
puisi Indonesia dan Melayu modern (Bhratara, Jakarta, 1981) dan telaah
struktural tentang novel Indonesia (Universiti Malay, Kuala Lumpur,
1974) barangkali dapat dipergunakan sebagai rujukan untuk menjelaskan
perubahan-perubahan tersebut.

Dengan mempertimbangkan ketiga momentum tadi maka
diperoleh empat masa perjalanan sejarah sastra Indonesia, yaitu masa
pertama mencakup tahun 1900-1945, masa kedua mencakup tahun 1945-1965,
masa ketiga mencakup tahun 1965-1998, dan masa keempat yang dimulai
pada tahun 1998 hingga waktu yang belum dapat diperhitungkan.Dengan meminjam baju politik yang dianggap populer dan
tetap mempertimbangkan nasionalisme maka penamaan keempat masa
perjalanan sastra Indonesia itu bisa menghasilkan tawaran sebagai
berikut:
Masa Pertumbuhan atau Masa Kebangkitan dapat dipergunakan untuk
mewadahi kehidupan sastra Indonesia tahun 1900-1945 dengan alasan bahwa
pada masa itu telah tumbuh nasionalisme yang juga tampak dalam sejumlah
karya sastra, seperti sajak-sajak Rustam Efendi, Muhamad Yamin, Asmara
Hadi dan lain-lain.
Yang jelas, pada masa itu bertumbuhan karya sastra yang sebagian sudah
bersemangat Indonesia dan sekarang memang tercatat sebagai modal awal
khazanah sastra Indonesia.

Masa Pemapanan dapat dipergunakan untuk mewadahi kehidupan sastra
Indonesia tahun 1965-1998 dengan alasan pada masa itu terjadi pemapanan
berbagai sistem: sosial, politik, penerbitan, dan pendidikan yang
dampaknya tampak juga di bidang sastra Indonesia. Mengingat besarnya muatan sejarah sastra Indonesia itu
maka diperlukan pembagian sejarah pertumbuhan dan perkembangannya
menjadi empat masa seperti tersebut tadi, yaitu (1) masa pertumbuhan
atau masa kebangkitan dengan angka tahun 1900-1945, (2) masa pergolakan
atau masa revolusi dengan angka tahun 1945-1965, (3) masa pemapanan
dengan angka tahun 1965-1998, dan (4) masa pembebasan dengan angka
tahun 1998-sekarang.
Format Baru Sejarah Sastra Indonesia Originally published in Shvoong: http://id.shvoong.com/social-sciences/1682996-format-baru-sejarah-sastra-indonesia/

Sastra : Menggagas Pembentukan Karakter Generasi Muda melalui Karya Sastra

TES BLOGGER AKUN :

Sudah lama anak-anak merindukan dongeng kita. Bukan dongeng menjelang tidur saja, tetapi dongeng yang membawa karakter generasi mendatang kita. Begitu pun cerita-cerita semesta, atau karya sastra, baik lewat teater maupun seni pertujukan lainnya. Juga seni yang mengutuhkan hidup generasi berkepribadian yang matang. Generasi yang mempunyai jati diri dan tidak mudah diejek oleh bangsa lain.

Berikut beberapa pandangan Pak Achjar Chalil yang saya kutip dari FB untuk kita renungkan :
Hingga hari ini, sastra klasik Angkatan Balai Pustaka, karya sastrawan Indonesia jadi bacaan wajib siswa SMA di Malaysia. Dengan ini mereka memelihara “karakter positip Melayu” nya. Ketika Malaysia berulah, bangsa ini pun hanya bisa mencak-…mencak, dan “teriak sana teriak sini”. Wahai para pemimpin..jangan keasikan memburu uang dan kekuasaan…tolong perbaiki karakter bangsa ini….Salam… (Achjar Chalil)

Otomotive? belajar dari asing=perlu!, Elektronik? belajar dari asing=perlu!, Teknologi Informasi? belajar dari asing=perlu. Pokoknya untuk sains dan teknologi silahkan arahkan “kiblat” anda ke luar Indonesia…. Untuk pembangunan karakter b…angsa….? Nah ini dia. Sebagai bangsa yang pernah dijajah barat (belanda) bangsa ini (termasuk para pemimpinnya) tetap juga melihat ke barat.. (Achjar Chalil)

Para pakar pendidikan kita pergi ke barat, pulang bawa gelar DR, PHd, pendidikan di kita pun dirancang ikuti pola Jerman, Inggris, Amerika, atau Australia. Konsep pendidikan yang dirancang oleh Ki Hajar Dewantara dan Engku M. Syafe’i (100% pribu…mi) diletakkan “di bawah meja” (untuk konsep Ki Hajar cukup sekedar kata Tut Wuri Handayani pada logo Depdiknas…
(Achjar Chalil)

Berikut beberapa wawasan terkait dengan kegiatan berkesenian di Kabupaten Purworejo :

Ada banyak grup, sanggar, atau organisasi yang malang melintang di dunia seni di Purworejo. Sedikit yang dikenal eksistensinya oleh masyarakat Purworejo sendiri. Sebagian besar tidak tertampung atau tidak memiliki tempat untuk mengungkapkan ekspresi seninya.

Perlu kiranya sekali waktu di Purworejo diadakan kegiatan pembinaan bidang kesenian secara serius guna menghadapi tantangan globalisasi yang lebih santer mengalir ke dinding kota dan pedesaan-pedesaan di Purworejo.

Sebagai contoh perkembangan dunia sastra di kalangan remaja baru merambah sebagian kecil generasi muda, karena minimnya pembinaan. Di sekolah-sekolah pembelajaran seni sastra tidak konsen lagi lantaran tuntutan kurikulum yang masih sulit diterapkan. Sementara secara nasional pembelajaran sesni sastra belum “terupdate” dan baru terintegrasi melalui Pembelajaran Bahasa Indonesia.

Kerinduan generasi muda akan karya sastra, memang tidak mengglobal, akan tetapi justeru hal inilah kelemahan dunia sastra kita. Ia semakin dijauhi saja. Padahal karya sastra dapat membentuk karakter generasi bangsa kita.

Adalah besar harapan pembentukan karakter generasi bangsa, karakter masyarakat khususnya di Purworejo dapat terjembatani melalui Dewan Kesenian Purworejo, sehingga dapatlah terkondisikan pementasan karya seni semisal karya sastra dan ekspresi seni yang lain, seperti seni teater, seni pedalangan, seni tari, seni karawitan. sampai seni-seni tradisional yang khas di Purworejo dapat tetap eksis dan terbina.